Senin, 25 April 2011

Di Alam Kubur

Diriwayatkan dari Abu Ayyub ra. : suatu ketika Rasulullah Saw keluar setelah matahari terbenam dan mendengar sebuah suara (yang mengerikan) dan berkata, “orang-orang yahudi sedang diazab di kuburan mereka”.
Diriwayatkan dari Al Bara’ bi Azib ra. : Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, “ketika orang yang beriman didudukkan di dalam kuburnya, para malaikat pun menemuinya dan ia bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah”. Hal itu sesuai dengan firman Allah: Allah menguatkan orang-orang yang beriman dengan perkataan yang teguh…(QS Ibrahim [14]:27)
Diriwayatkan dari Anas ra. : Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, “ketika manusia berbaring di dalam kuburnya dan para sahabatnya pulang, ia mendengar langkah kaki mereka. Dua malaikat datang kepadanya, menyuruhnya duduk dan bertanya kepadanya; apa yang pernah kau katakan tentang Muhammad Saw ? ia akan berkata: aku bersaksi bahwa Ia adalah hamba Allah dan Rasul-Nya. Kemudian akan dikatakan padanya, “lihatlah tempatmu di neraka, Allah telah menukarnya dengan dengan sebuah tempat di surga karena itu”. Kemudian Nabi Muhammad Saw menambahkan, “orang itu akan melihat kedua tempat itu. Tetapi orang kafir atau munafik akan berkata kepada dua malaikat itu, “aku tidak tahu, tetapi aku mengatakan apa yang dikatakan orang-orang!”. Akan dikatakan kepadanya, “kau tidak tahu tetapi kau tidak mengambil petunjuk (dengan mengikuti Al Quran). Kemudian ia akan dipukuli dengan palu besi di antara dua telinga nya, ia akan menjerit dan jeritannya terdengar oleh apa pun yang ada di dekatnya, kecuali manusia dan jin.”
Diriwayatkan dari Ibn Abbas r.a. : pada suatu hari ketika Rasulullah SAW tengah berjalan melintasi hiythan (pekuburan) di Madinah atau Makkah, beliau mendengar suara kesakitan dua orang yang sedang mengalami siksa kubur. Nabi Muhammad Saw. Bersabda,”dua orang ini disiksa karena melakukan dosa besar”. Nabi Muhammad Saw. Menambahkan,”benar ! (mereka disiksa karena satu dosa besar). Yang seorang tidak membersihkan dirinya dari kotoran air kencing, sementara yang lainnya karena suka memfitnah”. Nabi Muhammad Saw. Kemudian meminta sebatang ranting hijau (dari sebuah pohon kurma), mematahkannya (menjadi dua bagian) dan menyimpannya masing-masing satu patahan di atas kedua kuburan itu. Ketika sahabat-sahabatnya bertanya kenapa Nabi Muhammad Saw. Melakukan hal itu, Nabi Muhammad Saw. Menjawab, “aku berharap barangkali dapat mengurangi siksaan mereka hingga dua batang ranting itu kering”

Diperlihatkan Surga atau Neraka Ketika Di Alam Kubur

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar : Rasulullah Saw pernah bersabda, “ketika salah seorang dari kalian meninggal, akan diperlihatkan kepadanya tempatnya pada pagi dan dan sore hari. Apabila ia termasuk salah seorang penghuni surga, akan diperlihatkan surga kepadanya. Dan apabila ia termasuk penghuni neraka, akan diperlihatkan neraka kepadanya. Kemudian dikatakan kepadanya, “inilah tempatmu kelak ketika Allah menghidupkanmu kembali di hari kiamat””.

Kamis, 21 April 2011

17 Sejarah Perjuangan Mujahid Kahar Muzakar dan Kartosoewirjo Terhadap ISLAM


Pada tahun 1946 Kahar Muzakar (Panglima Hisbullah dari Sulawesi) dikirim ke Yogya (Ibukota RI) untuk menghimpun kekuatan rakyat. Saat itu Panglima Hisbullah Kalimantan adalah Hasan basri, yang berpusat di Banjarmasin . Sedangkan Panglima Nusatenggara adalah Ngurah Rai yang berpusat di Bali .
Sedangkan Kartosoewirjo adalah Panglima Hisbullah Jawa Barat. Ia terus berjuang melawan penjajah Belanda.Pada 17 Januari tahun 1948, ketika terjadi Perjanjian Renville (di atas kapal Renville) daerah yang dikuasi rakyat Indonesai semakin kecil, karena daerah inclave harus dikosongkan. Kartosoewirjo tidak mau mengosongkan Jawa Barat, maka timbullah pemberontakan Kartosoewirjo tahun 1948 melawan Belanda.
Kala itu Kartosoewirjo selain harus menghadapi Belanda juga menghadapi mantan tentara KNIL yang sudah bergabung ke TRI yang kala itu mereka baru saja kembali dari Yogyakarta .
Kartosoewirjo yang berjuang melawan Belanda dalam rangka mempertahankan Jawa Barat karena dia adalah Panglima Divisi Jawa Barat, justru dicap pemberontak oleh Soekarno, sehingga dihukum mati pada 1962.
Menurut Dr. Bambang Sulistomo, putra pahlawan kemerdekaan Bung Tomo, tuduhan pemberontak kepada Kartosoewirjo dinilai bertentangan dengan fakta sejarah.
Menurut kesaksian almarhum ayah saya, yang ditulisnya dalam sebuah buku kecil berjudul HIMBAUAN, dikatakan bahwa pasukan Hizbullah dan Sabilillah, menolak perintah hijrah ke Yogyakarta sebagai pelaksanaan isi perjanjian Renvile; dan memilih berjuang dengan gagah berani mengusir penjajah dari wilayah Jawa Barat. Keberadaan mereka di sana adalah atas persetujuan Jenderal Soedirman dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Pada saat clash Belanda kedua, pasukan TNI kembali ke Jawa Barat dan merasa lebih berhak menguasai wilayah yang telah berhasil direbut dengan berkuah darah dari tangan penjajah oleh pasukan Hizbullah dan Sabilillah di bawah komando SM Kartosoewirjo. Karena tidak dicapai kesepakatan, maka terjadilah pertempuran antara pasukan Islam dan tentara republik tersebut…” (Lihat Buku “FAKTA Diskriminasi Rezim Soeharto Terhadap Umat Islam”, 1998, hal. xviii).
Sehubungan dengan hal tersebut, Prof. Dr. Deliar Noor berkomentar: “Kesaksian almarhum ayah saudara itu, persis seperti kesaksian Haji Agoes Salim yang disampaikan di Cornell University Amerika Serikat, tahun 1953. Memang perlu penelitian ulang terhadap sejarah yang ditulis sekarang…
Pada buku berjudul “Menelusuri Perjalanan Jihad SM Kartosuwiryo” (Juli 1999, hal. xv-xvi), KH Firdaus AN menuliskan sebagai berikut:
“…Setelah perjanjian Renville ditandatangani antara Indonesia dan Belanda pada tanggal 17 Januari 1948, maka pasukan Siliwangi harus `hijrah’ dari Jawa Barat ke Yogyakarta, sehingga Jawa Barat dikuasai Belanda. Jelas perjanjian itu sangat merugikan Republik Indonesia . Waktu itu Jenderal Sudirman menyambut kedatangan pasukan Siliwangi di Stasiun Tugu Yogyakarta . Seorang wartawan Antara yang dipercaya sang Jendral diajak oleh beliau naik mobil sang Panglima TNI itu….
…Di atas mobil itulah sang wartawan bertanya kepada Jendral Sudirman: `Apakah siasat ini tidak merugikan kita?’ Pak Dirman menjawab, `Saya telah menempatkan orang kita disana`, seperti apa yang diceritakan oleh wartawan Antara itu kepada penulis.
…Bung Tomo, bapak pahlawan pemberontak Surabaya, 10 November dan mantan menteri dalam negeri kabinet Burhanuddin Harahap, dalam sebuah buku kecil berjudul `Himbauan’, yang ditulis beliau pada tanggal 7 September 1977, mengatakan bahwa Pak Karto (Kartosuwiryo, pen.) telah mendapat restu dari Panglima Besar Sudirman…
“…Dalam keterangan itu, jelaslah bahwa waktu meninggalkan Yogyakarta pada tahun 1948 sebelum pergi ke Jawa Barat, beliau (Kartosuwiryo) pamit dan minta restu kepada Panglima Besar TNI itu dan diberi restu seperti keterangan Bung Tomo tersebut.
Dikatakan dengan keterangan Jenderal Sudirman kepada wartawan Antara di atas tadi, maka orang dapat menduga bahwa yang dimaksud `orang kita’ atau orangnya Sudirman itu, tidak lain adalah Kartosuwiryo sendiri. Apalagi kalau diingat bahwa waktu itu Kartosuwiryo adalah orang penting dalam Kementerian Pertahanan Republik Indonesia yang pernah ditawari menjadi Menteri Muda Pertahanan, tetapi ditolaknya. Jabatan Menteri Muda Pertahanan itu ternyata kemudian diduduki oleh sahabat beliau sendiri, Arudji Kartawinata. Dapatlah dimengerti, kenapa Panglima Besar Sudirman tidak memerintahkan untuk menumpas DI /TII; dan yang menumpasnya adalah Jenderal AH Nasution dan Ibrahim Adji. Alangkah banyaknya orang Islam yang mati terbunuh oleh Nasution dan Ibrahim Adji! Apakah itu bukan dosa…?”
Sumber www.nii-crisis-center.com

Bom Bunuh Diri Tewaskan Pelaku


Ledakan yang terjadi di Masjid Adz-Zikro, yang berada di dalam kompleks Kepolisian Resor Cirebon, Jawa Barat, Jumat (15/4/2011) siang, merupakan aksi bom bunuh diri. Berdasarkan keterangan saksi, sumber ledakan datang dari baris ketiga jemaah peserta shalat Jumat yang baru memulai ibadah.
"Jadi, kejadiannya itu setelah khotbah dan baru akan mulai rakaat pertama. Datang dari saf ketiga. Setelah ledakan, jemaah kaget dan langsung tiduran di lantai," kata R Anton, saksi mata, yang saat kejadian merupakan peserta shalat.
Anton berada di sisi luar masjid. Ia meyakini banyak korban terluka akibat ledakan itu karena di sekitar pelaku pun banyak jemaah. Sementara itu, pelaku dipastikan tewas dengan tubuh hancur.
Hingga berita ini diturunkan, pihak kepolisian belum memberikan keterangan. Bahkan, akses wartawan untuk masuk ke dalam komplek tersebut masih ditutup. Setidaknya ada lima orang terluka, dan saat ini korban dibawa ke RS Labuhan, Cirebon. Bahkan, Kepala Polres Cirebon pun dikabarkan terluka di bagian kepala.

PROFIL KARTOSOEWIRJO


Kartosoewirjo, adalah sebuah nama yang cukup problematis dan kontroversial di negara Indonesia, dari dulu hingga saat ini. Bahwa beliau dikenal sebagai „pemberontak“, harus kita luruskan. Bukan saja demi membetulkan fakta sejarah yang keliru atau sengaja dikelirukan, tetapi juga agar kezaliman sejarah tidak terus berlanjut terhadap seorang tokoh yang seharusnya diteladani.



Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo demikian nama lengkap dari Kartosoewirjo. Dilahirkan 7 Februari 1905, di Cepu, sebuah kota kecil antara Blora dan Bojonegoro yang menjadi daerah perbatasan Jawa Timur dengan Jawa Tengah. Kota Cepu ini menjadi tempat di mana budaya Jawa bagian timur dan bagian tengah bertemu dalam suatu garis budaya yang unik.

Ayahnya yang bernama Kartosoewirjo, bekerja sebagai mantri pada kantor di kota kecil Pamotan, dekat Rembang. Pada masa itu mantri sederajat dengan jabatan Sekretaris Distrik. Dalam posisi inilah, ayah Kartosoewirjo mempunyai kedudukan yang cukup penting sebagai seorang pribumi saat itu, menimbulkan pengaruh yang sangat besar terhadap pembentukan garis sejarah anaknya. Kartosoewirjo pun kemudian mengikuti tali pengaruh ini hingga pada usia remajanya.

Dengan kedudukan istimewa orang tuanya serta makin mapannya “gerakan pembebasan dari belenggu penjajahan” ketika itu, Kartosoewirjo dibesarkan dan berkembang. Ia terasuh di bawah situasi sistem rasional Barat yang mulai dicangkokkan Belanda di tanah jajahan Hindia. Masing-masing anggota keluarganya mengembangkan visi dan arah pemikirannya ke berbagai orientasi. Ia mempunyai seorang kakak perempuan yang tinggal di Surakarta pada tahun 50-an yang hidup dengan penuh keguyuban, dan seorang kakak laki-laki yang memimpin Serikat Buruh Kereta Api pada tahun 20-an, ketika di Indonesia terbentuk berbagai Serikat Buruh.

Pada tahun 1911, saat para aktivis ramai-ramai mendirikan organisasi, saat itu Kartosoewirjo berusia enam tahun dan masuk Inlandsche School der Tweede Klasse (ISTK) atau Sekolah “kelas dua” untuk kaum Bumiputra di Pamotan. Empat tahun kemudian, ia melanjutkan sekolah ke HIS (Hollandsch-Inlandsche School) di Rembang. Tahun 1919 ketika orang tuanya pindah ke Bojonegoro, mereka memasukkan Kartosoewirjo ke sekolah Europeesche Lagere School (ELS). Bagi seorang putra “pribumi”, HIS dan ELS merupakan sekolah elite. Hanya dengan kecerdasan dan bakat yang khusus yang dimiliki Kartosoewirjo maka dia bisa masuk sekolah yang direncanakan sebagai lembaga pendidikan untuk orang Eropa dan kalangan masyarakat Indo-Eropa.

Semasa remajanya di Bojonegoro inilah Kartosoewirjo mendapatkan pendidikan agama dari seorang tokoh bernama Notodihardjo yang menjadi “guru” agamanya. Notodihardjo adalah tokoh Islam moderen yang mengikuti organisasi Muhammadiyah. Notodihardjo sendiri kemudian menanamkan banyak aspek kemoderenan Islam ke dalam alam pikir Kartosoewirjo. Pemikiran-pemikirannya sangat mempengaruhi bagaimana Kartosoewirjo bersikap dalam merespon ajaran-ajaran Islam.

Pada tahun 1923, setelah menamatkan sekolah di ELS, Kartosoewirjo pergi ke Surabaya melanjutkan studinya pada Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS), Sekolah Kedokteran Belanda untuk Pribumi. Pada saat kuliah inilah (l926) ia terlibat dengan banyak aktivitas organisasi pergerakan nasionalisme Indonesia di Surabaya.

Selama kuliah Kartosoewirjo mulai berkenalan dengan pemikiran-pemikiran Islam. Ia mulai “mengaji” secara serius. Saking seriusnya, ia kemudian begitu “terasuki” oleh shibghatullah sehingga ia kemudian menjadi Islam minded. Semua aktivitasnya kemudian hanya untuk mempelajari Islam semata dan berbuat untuk Islam saja. Dia pun kemudian sering meninggalkan aktivitas kuliah dan menjadi tidak begitu peduli dengan ilmu-ilmu yang diajarkan oleh sekolah Belanda, tentunya setelah ia mengkaji dan membaca banyak buku-buku dari berbagai disiplin ilmu, dari kedokteran hingga ilmu-ilmu sosial dan politik.

Dengan modal ilmu-ilmu pengetahuan yang tidak sedikit itu, ditambah ia juga memasuki organisasi politik Syarikat Islam di bawah pimpinan Haji Oemar Said Tjokroaminoto. Pemikiran-pemikiran Tjokroaminoto banyak mempengaruhi sikap, tindakan dan orientasi Kartosuwirjo. Maka setahun kemudian, dia dikeluarkan dari sekolah karena dituduh menjadi aktivis politik, dan didapati memiliki sejumlah buku sosialis dan komunis yang diperoleh dari pamannya yaitu Marko Kartodikromo, seorang wartawan dan sastrawan yang cukup terkenal pada zamannya. Sekolah tempat ia menimba ilmu tidak berani menuduhnya karena “terasuki” ilmu-ilmu Islam, melainkan dituduh “komunis” karena memang ideologi ini sering dipandang sebagai ideologi yang akan membahayakan. Padahal ideologi Islamlah yang sangat berbahaya bagi penguasa yang zhalim. Tidaklah mengherankan, kalau Kartosuwirjo nantinya tumbuh menjadi pribadi yang memiliki kesadaran politik sekaligus memiliki integritas ke-Islaman yang tinggi.

Aktivitas Asy Syahid SM. Kartosoewirjo
Semenjak tahun 1923, dia sudah aktif dalam gerakan kepemudaan, di antaranya gerakan pemuda Jong Java. Kemudian pada tahun 1925, ketika anggota-anggota Jong Java yang lebih mengutamakan cita-cita ke-Islamannya mendirikan Jong Islamieten Bond (JIB). Kartosoewirjo pun pindah ke organisasi ini karena sikap pemihakannya kepada agamanya. Melalui dua organisasi inilah kemudian membawa dia menjadi salah satu pelaku sejarah gerakan pemuda yang sangat terkenal, “Sumpah Pemuda”.

Selain bertugas sebagai sekretaris umum PSIHT (Partij Sjarikat Islam Hindia Timur), Kartosoewirjo pun bekerja sebagai wartawan di harian Fadjar Asia. Semula ia sebagai korektor, kemudian diangkat menjadi reporter. Pada tahun 1929, dalam usianya yang relatif muda sekitar 22 tahun, Kartosoewirjo telah menjadi redaktur harian Fadjar Asia. Dalam kapasitasnya sebagai redaktur, mulailah dia menerbitkan berbagai artikel yang isinya banyak sekali kritikan-kritikan, baik kepada penguasa pribumi maupun penjajah Belanda.

Ketika dalam perjalanan tugasnya itu dia pergi ke Malangbong. Di sana bertemu dengan pemimpin PSIHT setempat yang terkenal bernama Ajengan Ardiwisastera. Di sana pulalah dia berkenalan dengan Siti Dewi Kalsum putri Ajengan Ardiwisastera, yang kemudian dinikahinya pada bulan April tahun 1929. Perkawinan yang sakinah ini kemudian dikarunia dua belas anak, tiga yang terakhir lahir di hutan-hutan belantara Jawa Barat. Begitu banyaknya pengalaman telah menghantarkan dirinya sebagai aktor intelektual dalam kancah pergerakan nasional.

Pada tahun 1943, ketika Jepang berkuasa di Indonesia, Kartosoewirjo kembali aktif di bidang politik, yang sempat terhenti. Dia masuk sebuah organisasi kesejahteraan dari MIAI (Madjlis Islam ‘Alaa Indonesia) di bawah pimpinan Wondoamiseno, sekaligus menjadi sekretaris dalam Majelis Baitul-Mal pada organisasi tersebut.

Dalam masa pendudukan Jepang ini, dia pun memfungsikan kembali lembaga Suffah yang pernah dia bentuk. Namun kali ini lebih banyak memberikan pendidikan kemiliteran karena saat itu Jepang telah membuka pendidikan militernya. Kemudian siswa yang menerima latihan kemiliteran di Institut Suffah itu akhirnya memasuki salah satu organisasi gerilya Islam yang utama sesudah perang, Hizbullah dan Sabilillah, yang nantinya menjadi inti Tentara Islam Indonesia di Jawa Barat.

Semasa Orde Lama berkuasa (1947-1949) yang merupakan puncaknya perjuangan Negara Islam Indonesia, SM. Kartosoewirjo memang dikenal sebagai pemberontak. Tetapi fakta yang sebenarnya adalah, Kartosoewirjo sesungguhnya tokoh penyelamat bagi bangsa Indonesia, lebih dari apa yang dilakukan oleh Soekarno dan tokoh-tokoh nasionalis lainnya. Pada waktu Soekarno bersama tentara Republik pindah ke Yogyakarta sebagai akibat dari perjanjian Renville, yang menyebutkan bahwa wilayah Indonesia hanya tinggal Yogya dan 7 keresidenan saja, dan wilayah yang masih tersisa itu pun, dipersengketakan antara Belanda dan Indonesia, sehingga pada waktu itu (dapat dikatakan) Republik Indonesia sudah tidak ada lagi. Dan yang ada hanyalah negara-negara serikat, baik yang sudah terbentuk, atau pun yang masih dalam proses melengkapi syarat-syarat kenegaraan. Seperti Jawa Barat, ketika itu dianjurkan oleh Belanda supaya membentuk Negara Pasundan, namun belum terbentuk sama sekali, karena belum adanya kelengkapan kenegaraan.

Ketika segala peristiwa yang telah disebutkan di atas, menggelayuti atmosfer politik Nusantara, pada saat itu Indonesia dalam keadaan vacuum of power. Pada saat itulah, Soekarno memerintahkan semua pasukan untuk pindah ke Yogyakarta berdasarkan perjanjian Renville. Guna memberi legitimasi Islami, dan untuk rnenipu ummat Islam Indonesia dalam memindahkan pasukan ke Yogya, Soekarno telah memanipuiasi terminologi al-Qur'an dengan menggunakan istilah "Hijrah" untuk menyebut pindahnya pasukan Republik, sehingga nampak Islami dan tidak terkesan melarikan diri. Namun SM. Kartosoewirjo dengan pasukannya tidak mudah tertipu, dan menolak untuk pindah ke Yogya. Bahkan bersama pasukannya, ia berusaha mempertahankan wilayah Jawa Barat, dan menamakan Soekarno dan pasukannya sebagai pasukan liar yang kabur dari medan perang.

Jauh sebelum kemerdekaan, yaitu pada tahun 1930-an, istilah “Hijrah" sudah pernah diperkenalkan, dan dipergunakan sebagai metode perjuangan moderen yang brillian oleh SM. Kartosoewirjo, berdasarkan tafsirnya terhadap sirah Nabawiyah. Ketika itu, pada tahun 1934 telah muncul dua metode perjuangan yaitu cooperatif dan non-cooperatif. Metode non-cooperatif, artinya tidak mau masuk ke dalam parlemen dan bekerja sama dengan pemerintah Belanda namun bersifat pasif, tidak berusaha menghadapi penguasa yang ada. Lalu muncullah SM. Kartosoewirjo dengan metode Hijrah, sebuah metode yang berusaha membentuk komunitas sendiri, tanpa kerjasama dan aktif, berusaha untuk melawan kekuatan penjajah.

Akan tetapi, pada waktu itu, metode ini dikecam keras oleh Agus Salim, karena menganggap SM. Kartosoewirjo menerapkan metode Hijrah ini di dalam suatu masyarakat yang belum melek politik. Sehingga ia kemudian berusaha menanamkan politik dan metode Hijrah itu kepada anggota PSII pada khususnya. Dengan harapan setelah memahami politik, mereka mau menggunakan metode ini, karena paham politik sangat penting. Namun, Agus Salim menolaknya, karena ia tidak setuju dengan politik tersebut. Menurutnya rakyat atau anggota partai hanyalah boleh mengetahui masalah mekanisme organisasi tanpa mengetahui konstalasi politik yang sedang berlangsung, dan hanya elit pemimpin saja yang boleh mengetahui. Sedangkan "Hijrah" adalah berusaha menarik diri dari perdebatan politik, kemudian berusaha membentuk barisan tersendiri dan berusaha dengan kekuatan sendiri untuk mengantisipasi sistem perjuangan yang tidak cukup progresif dan tidak Islami. Faktor inilah yang menjadi awal perpecahan PSII, yaitu melahirkan “PSII-Hijrah“ yang memakai metode Hijrah dan “PSII-Penyadar” yang dipimpin Agus Salim.

Walaupun metode Hijrah, bagi sebagian tokoh politik saat itu, terlihat mustahil untuk digunakan sebagai metode perjuangan, namun ternyata dapat berjalan efektif pada tahun 1949 dengan terbentuknya Negara Islam Indonesia yang diproklamasikan dibawah bendera Bismillahirrahmaniirrahim. Sehingga pantaslah, jika kita tidak memperhatikan rangkaian sejarah sebelumnya secara seksama, memunculkan anggapan bahwa berdirinya Negara Islam Indonesia berarti adanya negara di dalam negara, karena Proklamasi RI pada tahun 1945 telah lebih dahulu dilakukan.

Namun sebenamya jika kita memahami sejarah secara benar dan adil, maka kedudukan Negara Islam Indonesia dan RI adalah negara dengan negara. Karena negara RI hanya tinggal wilayah Yogyakarta waktu itu, sementara Negara Islam Indonesia berada di Jawa Barat dan mengalami ekspansi (pemekaran) wilayah. Daerah Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Aceh mendukung berdirinya Negara Islam Indonesia. Dan dukungan itu bukan hanya berupa pernyataan atau retorika belaka, tapi ikut bergabung secara revolusional. Barangkali benar, bahwa Negara Islam Indonesia adalah satu-satunya gerakan rakyat yang disambut demikian meriah di beberapa daerah di Indonesia.
Melihat sambutan yang gemilang hangat dari saudara muslim lainnya, maka pemerintah sekuler Soekarno berusaha untuk menghambat tegaknya Negara Islam Indonesia. Nampaklah sekarang bahwa sebenarnya penguasa Orla dan Orba, telah melakukan kejahatan politik dan sejarah sekaligus, yang dosanya sangat besar yang rasanya sulit untuk dimaafkan. Mungkin bisa diumpamakan, hampir sama dengan dosa syirik dalam pengertian agama, yang merupakan dosa terbesar dalam Islam. Karena prilaku politik yang mereka pertontonkan, telah menyesatkan masyarakat dalam memahami sejarah perjuangan Islam di Indonesia dengan sebenarnya. Berbagai rekayasa politik untuk memanipulasi sejarah telah dilakukan sampai hal yang sekecil-kecilnya mengenai perjuangan serta pribadi SM. Kartosoewirjo. Seperti pengubahan data keluarganya, tanggal dan tahun lahirnya. Semua itu ditujukan agar SM. Kartosoewirjo dan Negara Islam Indonesia jauh dari ingatan masyarakat.

Sekalipun demikian, SM. Kartosoewirjo tidak berusaha membalas tindakan dzalim pemerintah Republik Indonesia. Pernah suatu ketika Mahkamah Agung (Mahadper) menawarkan untuk mengajukan permohonan grasi (pengampunan) kepada presiden Soekarno, supaya hukuman mati yang telah dijatuhkan kepadanya dibatalkan, namun dengan sikap ksatria ia menjawab, "Saya tidak akan pernah meminta ampun kepada manusia yang bernama Soekarno".

Perjuangan Suci menegakkan Hukum Allah di negeri ini oleh Kartosoewirjo telah ditorehkan dengan nyawanya dalam sejarah Rakyat Islam Indonesia, walaupun dimanipulasi kebenarannya. Perjuangannya dengan Negara Islam Indonesia adalah manifestasi ke-imanannya dalam rangka menunaikan syahadahnya sebagai seorang Muslim yang taat atas segala perintah Allah Azza wa Jalla dalam kewajiban menegakkan Hukum Allah di muka bumi.

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (bahwa mereka itu mati); bahkan sebenarnya mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya”. (QS. Al Baqarah: 154)

LEGENDA SI GAJAH OLING


Nama Gajah Oling memang sangat terkenal di kalangan pemilik jasa angkutan barang, khususnya truk. Meski merupakan ''anak'' koperasi pembekalan angkutan (bekang) Kodam V Brawijaya, pengaruhnya terasa hingga ke luar daerah.
Salah satu buktinya adalah operasi pencopotan stiker Gajah Oling yang marak dilakukan di Jawa Tengah selama dua hari terakhir. Kabarnya, Detasemen Pomdam IV Diponegoro sampai memanggil sejumlah pengusaha di Jawa Tengah yang menggunakan jasa Gajah Oling untuk mengetahui apakah ada keluhan dari para pengusaha itu.
Seperti apa profil Gajah Oling tersebut? Jawa Pos sempat mewawancarai Mayor (pur) Kacuk Sukiran, bos Gajah Oling, yang mengaku pensiun dua bulan lalu. ''Gajah Oling didirikan sejak sepuluh tahun lalu. Kami memulai usaha jasa pengawalan tersebut setelah masa krisis 1998,'' katanya.
Kacuk menjadi ketua sejak Gajah Oling didirikan. Ketika itu, pangkatnya masih kapten. Ide awalnya adalah langkah pengamanan agar perjalanan truk perbekalan dan angkutan selalu lancar. ''Sebagai perwira di pembekalan dan angkutan, saya tahu persis hambatan apa saja di jalan. Banyak preman dan aparat yang sering melakukan pungli kepada sopir truk,'' ucapnya.

Bermula dari ide tersebut, pihaknya membentuk jasa pengawalan. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengondisikan para preman agar tidak memungut pungli. ''Intinya, bila menggunakan jasa kami, armada angkutan dijamin tidak akan mengeluarkan uang seperak pun untuk pungli,'' tegasnya.
Cara awal yang dilakukan Kacuk untuk menjaga armada atau kendaraan kliennya agar tidak menjadi sasaran pungli preman cukup sederhana. Dia mencontohkan kebiasaan lama pungli di perempatan besar Mojokerto.
''Di tempat itu, sopir truk selalu kena pungli setiap pukul 07.00 hingga 09.00. Saya perintah anggota untuk mengondisikan para preman di sana agar tidak meminta uang kepada truk yang dilengkapi stiker Gajah Oling,'' jelasnya.
Karena itu, truk-truk yang berstiker Gajah Oling bisa melenggang bebas tanpa takut terkena pungli lagi. ''Kalau seperti itu, saya heran kenapa kami dikatakan seperti preman. Padahal, sehari-hari kami justru membantu polisi untuk memberantas preman dan pungli di jalanan,'' tegas pria yang jabatan terakhirnya adalah kepala gudang, perminyakan, dan peralatan kesatrian Bekang Kodam V Brawijaya tersebut.
Kacuk menyebutkan, tarif jasa pengawalan Gajah Oling sangat terjangkau. Rata-rata Rp 30 ribu hingga Rp 40 ribu per bulan. ''Yang Rp 40 ribu itu untuk truk jenis tronton,'' ujarnya blak-blakan.
Lalu, bagaimana dengan kuitansi senilai Rp 225 ribu yang ditemukan polisi di Jalan Gresik kemarin? Dia mengaku tak tahu-menahu soal itu. ''Saya belum paham. Akan saya coba cek dulu,'' ucapnya.
Dibanding pungli yang harus dibayar para sopir, Kacuk menilai tarif jasa pengawalan Gajah Oling sangat murah. Dia mengaku pernah menelusuri jumlah pungli sejak Pelabuhan Tanjung Perak hingga Ketapang. ''Tanpa jasa kami, pungli yang harus dibayar sopir bisa mencapai Rp 200 ribu. Itu hanya untuk sekali jalan. Bandingkan dengan tarif kami yang hanya Rp 30 ribu hingga Rp 40 ribu per bulan,'' ungkapnya.
Kendati murah, tidak berarti pemasukan Gajah Oling pas-pasan. Kacuk mengklaim punya klien 300-400 perusahaan di seluruh Indonesia. Tiap klien bisa mempunyai puluhan armada. ''Tak ada paksaan masuk ke kami. Kalau servis kami kurang memuaskan, tentu kami tak akan mempunyai klien sampai sebanyak itu,'' katanya.
Karena itu, Kacuk menyesalkan tindakan pelepasan stiker Gajah Oling di kendaraan-kendaraan oleh Polda Jawa Tengah. ''Kami akan menyampaikan keberatan. Wong kami ini justru membantu polisi memerangi preman, kok malah dianggap sebagai preman juga,'' tegasnya.
Dia juga menyatakan, tidak ada satu pun aspek hukum yang dilanggar dalam menjalankan bisnis jasa pengawalan. ''Kerja kami adalah membantu menghilangkan hambatan dan pungli di jalan,'' ungkapnya.
*Dimuat di Jawa Pos Jumat (21/11)